Wednesday, January 2, 2008

Titip RinDu Buat Ayah...

Dimatamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat dikeningmu

kau nampak tua dan lelah keringat mengucur deras
Namun kau tetap tabah

Meski nafasmu kadang tersengal
Memikul beban yang makin sarat, kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan

Bahumu yang dulu kekar legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkus

Namun semangat tak pernah pudar
Meski langkah kadang gemetar, kau tetep setia

Ayah...dalam hening sepi ku rindu
untuk...menuai padi milik kita

Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anak-mu sekarang banyak menanggung beban
(Ebiet gad)

Kita jarang berkomunikasi…namun aku tahu nun jauh disana dia selalu mengirimkan doa untuk-ku. Nasehatnya sederhana, tidak berat…akan tetapi kualitas dan gizi yang terkandung bisa membangkitkan semangat yang telah mati. Berdiri kuat dengan filosofi diantara dinding waktu yang semakin renta. Aku masih ingat tamparan dan sambaran gesper tua miliknya dalam mendidik-ku. Sosok kasar yang begitu aku takutkan dulu. Tak banyak tuntutan yang ia inginkan dari para anaknya. Mau kuliah dimana...Mengambil jurusan apa...mau kerja dimana...mau nikah dengan siapa..., Yah, tak banyak yang ia minta. Rasanya cukup mengantarkan para anaknya memakan bangku kuliahan dan selebihnya kitalah yang menentukan sendiri. Tentunya support yang diberikan sangat sangat berharga melebihi harta termahal di dunia ini.

Sepertinya tipe ekstrovertnya turun kepada-ku. Hmm, usia senja perlahan memadatkan di setiap sudut sendi tubuhnya. Rambut bercampur putih, kulit yang tak lagi gagah...dan tetap dengan asap kental rokok yang meliuk. Agak susah juga menghentikan aktifitas rokoknya di usia senja ini. Tertawanya khas...seisi rumah riang selalu jika mendengar saat ia tertawa...plong, menggelegar, dan biasanya diakhiri dengan terbatuk-batuk. Kita memang harus bersiap menghadapi segala kondisi yang akan terjadi. Hanya sesekali kita berkomunikasi. Jika bertemu, aku merasa segan dan kikuk tapi aku tetep mencairkan suasana.

Dan dengan bangganya ia mengenakan Jas biru teramat muda blur bercampur putih sedikit. Warna yang lembut menurutku. Berjalan memutar mata, melihat kondisi yang riuh...Yah, aku tahu pandangannya berteriak sepi..”Hey, anak-ku hari ini di wisuda...anak-ku adalah seorang sarjana...” sesekali terseyum terkekeh-kekeh melihat-ku...Terbawa suasana malam di sekitar para penjual kuliner kampus, aku senang begitu juga dengan ia. Berpindah dari suatu pulau ke pulau lain, berawal dari keadaan yang teramat sederhana dan akhirnya bisa punya rumah dan menyekolahkan para anaknya sampai ke perguruan tinggi. Benar apa adanya...: ”Tak ada yang tidak mungkin jika kita punya kemauan dan kesungguhan untuk meraihnya...”, sebuah harga mati yang ia anut. Setidaknya itulah yang tergambarkan dari perjuangan kisah ia ketika bertemu dengan tambatan hatinya...Ibu-ku.

Alur ceritanya sekarang adalah bertumpu di pundak ini. Ia tidak pernah meminta ganti apa yang ia telah korbankan untuk-ku. Hal yang sangat indah jika bisa membahagiakannya...memenuhi kebutuhannya dan memberangkatkan ia ke tanah suci. Hhf, aku memang belum bisa melunasi segala hutang kepadanya. Timbal balik jasa...yah, itulah yang seharusnya kita lakukan sekarang ketika sudah bekerja. Tentunya di hari tuanya nanti, ia sangat sangat membutuhkan perhatian yang hangat dari para anaknya...Berusahalah membuat ia tetap bangga terhadap kita...Ya Allah, titip rindu buat Ayah...

Dimatamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat dikeningmu

kau nampak tua dan lelah keringat mengucur deras
Namun kau tetap tabah

Meski nafasmu kadang tersengal
Memikul beban yang makin sarat, kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan

Bahumu yang dulu kekar legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkus

Namun semangat tak pernah pudar
Meski langkah kadang gemetar, kau tetep setia

Ayah...dalam hening sepi ku rindu
untuk...menuai padi milik kita

Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anak-mu sekarang banyak menanggung beban
(Ebiet gad)



2 comments:

Anonymous said...

Hiks, jd kangen papa drmh.. :(

Anonymous said...

iya...saya juga sama...yuk pulang kampung yuk...